Bela Agama atau Bela Koruptor?
Hayo yang teriak-teriak bela agama mana suaranya takkala korupsi besar-besaran melanda kementerian agama? Masih betah jadi kaum munafik? Yang sabar ya yang jelas itu bukan bagian dari kami. Hahaha gak sampai hati sih sebenarnya tapi mau bagaimana lagi. Teriak-teriak bela agama bisa, tapi membela untuk tidak korupsi gak bisa. Kimbeklah, Bela agama kepala otak kau. Yakin mau menegakkan syariat? Yaudah potong saja tangan koruptor yang mencuri duit rakyat itu. Potong tangan pencuri yang mengkorupsi duit rakyat.
Maling kereta digebuki sampek bonyok, yang koruptor di kementerian agama bagaimana begitu di OTT? Kasi fasilitas surga di penjara atau Bagaimana keadilan itu? Seharusnya KPK OTT membawa Parang kalau ketauan langsung potong tangan aja ditempat ambil jalan radikal sesuai syariat bagi yang mencuri dipotong tangannya.
Ayok kita demo bela agama tapi jangan bela anti korupsi, kan kacau kalilah negara ini begitu maraknya kaum munafik melanda. Bubarkan saja kementerian agama jadi kementerian akal sehat karena gak akan ada gunanya agama hanya untuk menumbuhkan kaum munafik. Belajar agama bisa tapi belajar jadi manusia ngak bisa, kan kacau. Kasi jeda sejenak dengan iklan partai saja, Ingin tahu tips untuk menghilangkan haus ya minum. Udah, udah.
Woi Wak labu, mana bongaknya kami mau dengar. Keluar dari kantor KPK memakai jaket orange sambil memakai kaca mata layaknya anggota band terkenal kan terasa so sweat. Saya akan keluar dari kantor KPK dengan memakai jaket orange tapi saya harus pakai kaca mata biar terlihat seperti artis. Sudah ketahuan di OTT KPK masih bisa merasa bangga kan dungu.
Agama itu memiliki tingkat kesucian paling tertinggi sehingga sangking sucinya banyak orang yang berani bermain cuci uang untuk memakai kata agama demi meraih keuntungan yang berlebih. Lihat saja yang katanya teriak-teriak bela agama, begitu KPK menemukan ada korupsi besar-besaran di kementerian agama mereka yang teriak bela agama seketika mingkem tak berkutik dan berdalih itu bukan bagian dari kami.
Saya berjanji akan menjalankan kepemimpinan di kementerian agama ini dengan sebaik-baiknya dan sejujurnya demi kepentingan umat beragama. Janji itu diucap dengan dibarengi kitab suci diatas kepala, tapi begitu memimpin berani dagang jabatan di kementrian agama. Mikir tujuh keliling la akhirnya korupsi juga.
Ketika Karl Marx mengatakan agama itu candu ia dituduh kafir, dan begitu pemuka agama terjaring OTT itu dibilang musibah. Bapak sehat? Sudah minum kopi belum, ayo pakai kaos 2019 bubarkan kementerian agama.
Hendri Teja dalam buku Tan: Gerilya Bawah Tanahmenulis bahwa kami Islam seislam-islamnya, tetapi dalam menentang kapitalis, kami Marxis semarxis-marxisnya. Makanya kalau ingin lebih Islami dalam mempelajari Islam maka belajarlah menjadi manusia terlebih dahulu dengan mempelajari metode pendidikan Marxisme agar tidak mudah-mudah dalam mengkafirkan.
Permasalahannya adalah kita terlalu memaksakan untuk berlomba-lomba agar terlihat suci. Disinilah mental kreativitas itu tidak ada, seharusnya sudah menjadi kewajiban bersama kita untuk tidak terlalu mengedepankan agama agar seseorang bisa berkarya dengan bebas. Bila kita terlalu mengedepankan agama dan lupa untuk mengedepankan penalaran maka orang akan banyak yang jadi segan dalam berkarya.
Sedikit-sedikit takut tidak sesuai syariat namun begitu masuk sistem syariat seseorang merajai untuk melakukan korupsi. Yang lebih kita takutkan adalah orang merasa aman untuk korupsi asal memakai jubah agama, kan sakit bila generasi kita didoktrin hal seperti itu. Bukan agamanya yang salah hanya saja ada banyak orang yang salah ketika memakai agama sebagai kekuasaan.
Sebagai negara republik seharusnya kita tidak usah terlalu memaksakan agama sebagai yang terdepan. Begitu kita berbicara sosialisme maka kita berbicara mengenai kesejahteraan bersama bagaimana agar makan cukup, pendidikan terjamin dan perekonomian sehat. Ini bukan untuk mengasingkan dan membenci agama melainkan memajukan pemikiran agar kita tak jatuh.
Dalam buku Teologi Pembebasan yang ditulis Michael Lowy ia menyuarakan pemikiran bahwa perselisihan yang dipicu oleh masalah agama kini mengancam kehidupan kita. Sejarah peradaban dan kemanusiaan hancur ketika kobaran kebencian merasuki perasaan masing-masing pemeluk agama. Padahal, ada persoalan mendasar yang terus-menerus disemai dan dipelihara: agama selalu saja diperalat oleh kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi sebagai dasar teologis pembenaran bagi kepentingan mereka sendiri.
Maka, tampillah gerakan Teologi Pembebasan menantang ketertaklukan lembaga-lembaga agama oleh hegemoni kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi yang serakah itu. Gerakan keagamaan radikal dan revolusioner ini, terutama di Amerika Latin, membuktikan bahwa agama bisa dan seharusnya menjadi “bara api” melawan kezaliman, ketidakadilan, dan ketidakmanusiawian.
Harian Analisa, 26 Maret 2019.