Abdi Mulia Lubis
3 min readFeb 4, 2019

Hijau Peneduh Jiwa

Hamparan langit yang sempurna, hijaunya peman­dangan meneduhkan pera­saan seperti tak ingin berpa­ling dari indahnya ciptaan Tuhan. Inilah kedamaian yang selama ini dicari, seakan tak ingin pudar dari ingatan, membekas penuh makna, berbaur menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Takkala gambar itu terli­hat, aroma udara segar hijau bukit itu masih membekas di dada. Suatu anugerah yang patut disyukuri bagi umat manusia adalah ketika ia me­nyadari bahwa tidak terla­lu tertekan oleh beban pemi­kiran hidup. Ini adalah jalan di mana kita berdiri untuk tetap tegar menghadapi dunia yang penuh tantangan.

Ketika kota metropolitan bertaburan polusi dan kema­catan yang tiada henti, libur­an wisata alam untuk me­manjakan mata adalah pilihan terbaik di tengah kondisi re­sah yang tak kunjung padam. Adakalanya kita rapuh bukan karena merasa putus asa, me­lainkan menutup sejenak lembaran hidup di kota metropolitan dengan berjelajah wisata alam. Sama kiranya tatkala kita berkunjung ke Brastagi ataupun Danau To­ba, udaranya yang sejuk mem­buat kita tak ingin ber­gerak pergi.

Selain disibukkan men­cari rezeki sebaik-baik­nya. Bila diper­hatikan, yang dicari ma­nusia dalam hidup ini pada umum­nya adalah ketenang­an. Janganlah terlalu mence­maskan ketidakmampuan akan bayangan masa depan. Semakin waktu maju secara normal, kewaspadaan terha­dap orang di sekitar me­mun­­cak. Ada yang tak ingin di­tinggalkan dan ada rasa ingin menetap selama mungkin.

Secara filosofis kalau kita coba berpikir berat sedikitnya manusia itu dilahirkan tanpa keinginannya sendiri, ketika manusia lahir ia ingin hidup abadi. Itu hanya gambaran sekilas karena dalam keti­dak­pastian manusia dituntut bergerak terus mencari, ba­gaimanapun sakitnya kece­masan terhadap waktu bu­kan­lah selamanya untuk di­khawatirkan.

Hidup terlalu singkat un­tuk menyesali dan perjalanan begitu panjang kedepannya. Ada banyak misi yang harus kita kerjakan kedepannya, dan bagaimanapun letih tak boleh membuat semangat pupus, tentunya ada hal yang tak terlupakan dari kenangan dan ada banyak hal yang ha­rus dilakukan demi masa de­pan. Misi manusia adalah te­rus berjuang selama ia meng­injak bumi.

Saya sangat terinspirasi de­ngan peman­dangan alam, warna hijau itu memiliki ke­teduhan yang dalam, seje­nak saya memper­hatikan namun lama kedua mata menatap baris­an pepohonan itu, tak ingin berpaling rasa­nya, be­tapa damai yang dirasa se­akan ber­ada pada satu situasi Alam sebagai pernapasan yang ringan.

Saya hidup dengan bacaan buku-buku filsafat, mungkin terlalu memaksa diri untuk tiap hari bergulat pada pemi­kiran berat, namun itu adalah modal suatu pencapaian dan percaya bahwa yang berat-be­rat akan meringankan da­lam menggapai inspirasi.

Adalah waktu yang mem­pertemukan dan menggerak­kan kesadaran itu bahwa ins­pirasi yang kita dapat harus dibagi kepada mereka, dalam pemandangan hijaunya alam kita menya­dari bahwa gagas­an harus disebarkan, inspirasi tak boleh hanya dinikmati se­cara pribadi.

Alam memberi ilham bah­wa setinggi apa­pun ilmu yang kita dapat jangan pernah me­rusak alam itu, dan lewat de­daunan itu ia seakan mem­bi­sikkan kesadaran intelek­tual ten­tang nilai dan hakikat. Ma­nusia bisa mem­bangun apapun namun ia tak bisa mengelak bahwa disinilah ia berada untuk menjadi yang terbaik.

Berdiri tanpa melukai makhluk lain adalah prinsip humaniora, memanusiakan manusia dengan mencintai alam yang ada disekitarnya, dengan cara tidak membuang sampah pada tempatnya mau­pun tidak dengan memijak sembarangan bunga-bunga yang ada di sekitarnya.

Hijau sebagaimana yang kita ketahui ialah warna yang memiliki pengaruh lebih dalam dari warna-warna yang ada pada umumnya. Pa­da dasarnya keterikatan war­na hijau itu menyentuh di se­tiap tumbuh-tumbuhan. Ma­tahari yang identik memiliki warna kuning menumbuhkan setiap tumbuhan dan de­daun­an.

Dari dedaunan yang hijau memperlihatkan semangat kehidupan itu sendiri, tatka­la hati sedang gelisah, De­ngan meluangkan waktu ber­main dengan menatap de­daunan yang hijau akan me­nambahkan daya rafreshing terhadap pemikiran yang awal­nya sumpek menjadi ter­cerahkan.

Konon hijau bukanlah se­kedar yang terlihat biasanya, manusia banyak menggam­bar dengan menggunakan warna hijau sebagai bentuk penguat daya tarik pembaca karya, berjalanlah melintasi Brastagi maupun Danau To­ba, renungkan sejenak betapa dalamnya arti hidup dengan menatap cakrawala alam.

Sering kita mendengar ke­luhan dari mana da­tangnya gagasan atau bagaimana cara men­dapatkan inspirasi. Salah satu caranya adalah de­ngan bersahabat dengan alam, tra­vel yang bukan sekedar gaya-gayaan melainkan sebuah pen­carian akan jati diri, me­ngenal lebih dekat diri sen­di­ri. Dengan mencintai alam berarti kita mencintai diri dan orang di sekitar kita. Ba­hasa kekini­an­nya, alam saja tidak disakiti, apalagi orang yang ada di sekitarnya.

Tetaplah bertahan tanpa khawatir akan segala ba­yang­an yang membuat semangat itu hancur. Kuatkan diri dari serangan sensasi kegalauan kekinian berupa bertebaran­nya generasi kids zaman now yang kelakuan bisa membuat kita geleng-geleng kepala, dibiarin menjadi-jadi tak di­biarin makin melawan.

Inilah dunia dengan kece­patan perubahan yang tak bisa diprediksi. Jika banyak orang berpikir untuk berhenti maka janganlah merasa un­tuk berakhir.

Harian Analisa, 27 Januari 2019.

No responses yet