Insomnia Produktif Sang Jurnalis
Yang menjadi tantangan sekali gus pemacu adrenalin bagi seorang pemikir adalah kesiapsiagaan dalam pengendalian waktu antara kebutuhan istirahat dan produktifitas pikiran yang sedang maraknya. Memadukan antara yang biasa agar menjadi luar biasa, beradaptasi akan situasi dan selalu bersedia berjuang menyuarakan keadilan yang berlandaskan kebenaran, bahkan mencintai sesuatu yang telah gagal itu sebagai pelajaran, dan tak sembarangan melampiaskan satu kekecewaannya kepada orang lain, karena kekecewaan pada satu situasi bukan berarti kesalahan yang disengaja masyarakat kelas bawah, bila ada keganjilan dari satu fenomena jangan mudah untuk menyudutkan bawahan, kritisi yang atasan karena sudah menjadi tugas seorang pemikir untuk bersikap melampaui tanpa merasa tinggi, berpikir secara mengakar dan tahu biang pangkal kerusakan itu. Sebab pemimpin yang tak merasa bersalah tak layak menjadi pemimpin.
Ketika suatu sistem berjalan atas kehendak yang tak dipertimbangkan, banyak pemimpin atau atasan selalu merasa benar bahkan sesuka hati suruh sana sini ketika ia tak mampu mensejahterakan kaum bawah, ia akan terus menyudutkan kaum bawah dengan menyusun peraturan baru agar kaum bawahan itu tak bisa mengkritisi apa yang telah dilakukan. Dari sini akan terlihat sang atasan takut bahkan memaksa atau tak mau kaum bawah mengkritisi kebijakannya maka bisa jadi yang banyak ia lakukan adalah tanpa banyak pertimbangan, orang yang tak suka berpikir dan tak terbiasa dengan kerumitan maka tak pantas untuk menjadi panutan. Lantas pertanyaannya adalah kepada siapakah suatu jabatan itu diberikan ? Kepada orang yang santun atau kepada orang yang bijak menerima hal-hal baru.
Anda tak perlu khawatir dan tetaplah mengamati segala sesuatu. Cukup pergi ke pasar, pajak, dan swalayan. Lihat berapa harga-harga kebutuhan pokok tersebut, jika tak mampu menganalisis tajam maka tanyakan kepada wartawan, ia akan turun dan survei tanpa harus disuruh.
Begadang yang bermanfaat bukan sekedar menghisap rokok berbungkus-bungkus, atau minum kopi sachet dengan banyak gula, karena yang setiap namanya kesulitan tidur malam bukan berarti untuk memperburuk keadaan dengan menambah kerusakan pada tubuh. Orang yang kesulitan untuk cepat tidur di malam hari adalah orang yang memiliki kekayaan perspektif, ia tahu siapa yang bermain bahkan dengan pura-pura lugu bisa jadi ia mengawasi dan mengamati satu kajian yang tak terkaji orang banyak.
Ada masa dimana seorang pemikir membutuhkan waktu yang panjang dan suasana hening di tengah malam untuk merenungkan kembali apa yang harus dilakukan selanjutnya, makanya jangan salah memahami kenapa penulis sering begadang. Seorang pemikir yang mengorbankan tubuhnya, ia mengutamakan bagaimana ia dapat mensemestakan pertanyaan dan menyimpulkan satu penjelasan menjadi solusi. Seorang pemikir yang sibuk memikirkan segala hal yang sebenarnya tak wajib, namun ada landasan moral dan etika kenapa yang biasa menjadi luar biasa, dimana seorang pemikir benar-benar berperan besar dalam menghadapi ketimpangan yang tengah dihadapi masyarakat. Sebuah pekerjaan yang tak menghasilkan uang banyak tetapi memberi besar manfaat kepada rakyat kecil. Adalah seorang pemikir jurnalis yang tak ingin namanya disebut-sebut, ia memilih bekerja diantara kesunyian, berkorban insomnia, lembur demi kesejahteraan rakyat.
Banyak para pejabat pada umumnya memiliki ketakutan terbesar, mereka tidak takut pada polisi, hukum, maupun instansi lainnya, yang mereka takutkan adalah wartawan. Seorang jurnalis memiliki tingkat intelektual yang melampaui batas, ia sudah tahu kemana arah pemikiran pejabat hanya dengan membaca situasi dan kondisi, jika ada satu kesalahan kecil maka bisa menjadi bencana besar bagi sang pejabat. Makanya lihatlah di kantor-kantor jika ada yang takut dengan wartawan, besar kemungkinan ada kesalahan yang diwanti-wanti agar tidak tercium publik.
Sang jurnalis pulang dengan membawa sejuta pertanyaan, pikiran-pikiran yang semakin bertambah, otak yang semakin produktif mencari solusi dari setiap persoalan adalah menjadi suatu kebiasaan yang tak bisa lepas dari seorang jurnalis. Seorang jurnalis dalam melihat suatu kejadian melihat dari beragam sudut pandang, ia bisa melihat dari desakan ekonomi tersangka yang melakukan tindak kesalahan, etika moral yang tertimpa korban, maupun menjadi contoh baik demi menjadi ketenangan publik agar tidak terjadi kegaduhan bangsa dimana setiap manusia saling komplain dan main hakim sendiri. Kefrustasian dari setiap fenomena inilah yang membuat sang jurnalis memiliki pertimbangan yang lebih kuat dari sang hakim.
Hidup akan terasa hampa tanpa kebingungan yang berkepanjangan, seorang guru maupun seorang pemikir tak ingin pulang ke rumahnya dengan pikiran kosong, ia membutuhkan beragam persoalan untuk dipikirkannya sepanjang hari, ketika murid ditugaskan dengan memberikan pekerjaan rumah berupa PR, maka sang guru membutuhkan pertanyaan berat untuk menjangkau keterbatasan nalar. Makanya sang guru sering meminta pertanyaan kepada muridnya, pertanyaan yang diluar pembahasan dan membuatnya tersentak sekaligus melampaui. Kurangnya kapasitas intelektual bangsa adalah tidak terbiasa dengan hal-hal baru, era zaman sekarang seseorang harus mampu melihat kedepan dalam arti tidak berlama-lama meratapi masa lalu.
Pikiran memiliki kekuatan yang tak terbatas, ada masa dimana lebih baik mengetahui penyebab dari segala sesuatu daripada merasa nyaman dengan suatu kemapanan. Orang-orang banyak memilih untuk memuaskan nafsunya daripada meningkatkan intelejensi, meninggalkan yang rumit-rumit sehingga menjadi seperti seharusnya saja karena baginya itu bukan urusannya, namun tidak bagi seorang pemikir jurnalis. Malam yang panjang adalah waktu yang hening untuk ibadah intelektual, ia mencoba melihat beragam perspektif bagaimana kawan disekitarnya menjalani kehidupan, dari sosial media berupa Facebook sering tertulis status-status, dari status melahirkan beragam komentar.
Jurnalis adalah penyambung lidah rakyat dan sangat cepat merespon segala persoalan, ketika ada satu sistem yang mengalami masalah, berupa lampu sering padam, masalah air, razia bebas, dan sebagainya, maka banyak rakyat yang akan mengadu kepada jurnalis, tak butuh waktu berhari-hari, jika ada kesalahan, kelalaian, dan memperlambat kinerja, maka besoknya bisa langsung naik nama itu dimuat di koran dan media massa tentang berita kenapa ada perlambatan. Untuk menghubungi polisi memang tepat namun membutuhkan waktu, belum lagi proses sidang, namun jika dengan mengadu ke jurnalis akan cepat pergerakan tanpa tunggu-tunggu. Karena takut nama itu tercoreng dimediasi, sakitnya memang gak seberapa, tapi malunya dibawa seumur hidup. ***
Penulis adalah Peminat Filsafat, Tinggal di Kota Rantauprapat
Opini saya "Insomnia Produktif Sang Jurnalis" dimuat Harian Analisa pada hari Kamis 9 November 2017.
Baca via e-paper : http://harian.analisadaily.com/assets/e-paper/2017-11-09/files/mobile/21.jpg
Baca via web : http://harian.analisadaily.com/mobile/opini/news/insomnia-produktif-sang-jurnalis/448382/2017/11/09