Abdi Mulia Lubis
3 min readJun 24, 2020

Kesengajaan yang Telah Direncanakan

Jika satu institusi merasa terbebani dengan banyaknya jumlah personel yang ketahuan melakukan tindak pidana korupsi skala besar yang bisa merusak nama institusi di dalam suatu institusi itu maka besar kemungkinan atas nama institusi itu merasa keberatan dan berupaya melakukan serangan aksi intelijen berupa pelenyapan penyidikan di tubuh KPK untuk meredam upaya penyidikan yang dilakukan oleh seorang mantan institusi.

Mungkin bahasanya terlalu rumit namun kesadaran kita mampu menangkap ketidak masuk akalan hukum yang dimana kenapa hasil pencarian selama tiga tahun harus dipidana satu tahun atas nama ketidaksengajaan. Belajar puluhan tahun tapi idealisme harus tumpul disebabkan tak mampu melawan arus kuasa keturunan.

Sebagai manusia biasa kita mungkin memiliki satu ide besar untuk mewujudkan negara semakin baik kedepannya, namun gagasan kita secara otomatis akan terhalangi sebab kita tak memiliki kuasa keturunan untuk melakukan suatu pergerakan besar yang menjadikan ide tersebut terwujud.

Kita ingin melakukan suatu kebebasan tapi kita terhalangi oleh para petinggi partai yang bersembunyi mengatur suatu strategi agar segala sesuatu harus turun temurun. Kita mungkin bertanya kenapa KPK harus dilemahkan dan kenapa ketua Badan Intelijen Negara harus dipilih atas permintaan partai karena bisa jadi untuk mengurangi kebijakan atas kesalahan dimasa lalu untuk supaya segala hal bisa berjalan seperti biasanya.

Misalnya bagaimana agar KPK bisa lemah maka kuasa personil institusi harus mengisi satu jabatan di KPK berupa dewan pengawas untuk bisa menahan penyidikan KPK atas segala keburukan yang bisa berakibat buruk atas nama di tubuh Polri.

Lalu imajinasi kita akan berpindah dari satu gambaran yaitu bagaimana agar Badan Intelijen Negara dilemahkan oleh kuasa keturunan maka pucuk pimpinannya harus diisi dan diatur oleh rencana petinggi partai agar bisa dikontrol segala kebijakannya. Misalkan satu tahun kepemimpinan bapak Sutiyoso sudah sangat banyak perubahan signifikan dalam membantu negara sementara disisi lain Badan Intelijen Negara seperti jalan ditempat karena kesulitan bernapas akibat digenggam oleh kepentingan partai.

Kita bisa saja menolak satu pendapat tetapi kita tidak bisa menutupi lahirnya satu teori dari tersumbatnya sebuah pendapat tersebut. Segala sesuatu yang bersifat kepemimpinan bisa diberikan kepada boneka tetapi yang namanya institusi intelijen harus diduduki oleh seseorang yang terlepas dari ikatan partai apapun karena memiliki fokus pada kemajuan suatu negara demi melakukan kerjasama hubungan diplomatik dengan negara lain dan menciptakan hubungan diplomatik terbaru.

Dalam hal ini kita harus jujur tanpa harus ditutupi lagi sebab topeng itu tidak selamanya bisa ditutupi dengan pencitraan yang hadir dari segala macam hal. Masyarakat tidak bodoh dan persepsi dari suatu kebijakan yang terlihat seakan dipermainkan tidak bisa dilindungi dengan bertambahnya jumlah buzzer.

Pertanyaan yang dilontarkan LBH Jakarta mengenai Mengapa pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan hanya dituntut 1 tahun penjara? Sedangkan pada kasus serupa bisa mencapai 8 tahun bahkan sampai 20 tahun. Padahal ini kasus besar (high profile) yang para terdakwanya merupakan anggota polisi aktif semakin menguatkan dugaan kalau kedua terpidana tersebut bukan pelaku sebenarnya, melainkan hanya boneka yang dikorbankan agar ada aksi heroik dari pihak penegak hukum.

Semakin memungkinkan bahwa otak besar dari kasus ini adalah dari pihak yang ingin KPK dibubarkan. Ketidaksengajaan bakal menjadi daftar kata untuk melakukan pembelaan, sebagai contoh apabila dibutuhkan: Pembunuh tak sengaja menghilangkan nyawa korban, karena niat awal hanya melukai lalu seorang Pencuri tak sengaja mengambil uang negara, niat awal hanya mencari nafkah dan kita semakin dungu melihat kelucuan di negara ini yang seakan dibiarkan begitu saja tanpa harus peduli bagaimana masa depan bangsa kedepannya.

Selain marah, Novel Baswedan juga merasa miris karena itu menjadi ukuran fakta sebegitu rusaknya hukum di Indonesia. Bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan? Bila pemerintah tak pernah terdengar suaranya.

Dalam hukum pidana tidak pernah dikenal istilah tidak sengaja, tetapi kelalaian (culpa). Secara sederhana pengertian sengaja (Dolus) itu dapat diringkas dengan willen en wetten. Artinya: menghendaki dan mengetahui perbuatan maupun akibat yang ditimbulkannya.

Kita melihat bahwa sudah banyak pejabat yang sudah bersumpah di bawah kitab suci, namun tetap saja masih melanggar sumpahnya. Hal seperti di atas yang membuat masyarakat kurang percaya kepada para pejabat di negeri ini. Tuhan saja dibohongi, apalagi manusia?

Gak sengaja dihilangkan, gak sengaja di teror, gak sengaja di racuni, gak sengaja di bunuh, tapi sengaja dilupakan kasusnya dan sengaja juga membuat ketidak Adilan menjadi nyata adalah hal yang sudah sering terjadi di negeri kita. Kata Pram: “Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang. Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan.”

Novel Baswedan mengatakan bahwa “Persekongkolan, kerusakan dan kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar menggambarkan bahwa memang sedemikian rusaknya hukum di Indonesia.”

Harian Analisa, 23 Juni 2020.

No responses yet