Koruptor Reborn for Caleg
MARI kita ucapkan selamat menempuh petualang baru menuju lembah yang lebih mencekam kepada mantan eks koruptor yang siap kembali bertempur di pemilu caleg nanti. Mari kita bertepuk tangan ria ketawa-ketawi sebab demokrasi kini telah mati, tidak usah pikirkan untung rugi negara yang penting biarkan saja para eks mantan koruptor merdeka, menebar janji manis berujung petaka korupsi berjamaah. Saya sempat sakit perut membaca keputusan MA, selayak berpikir begitu lama dan teringat akan salah seorang filsuf. Jika seandainya Nietzsche masih hidup maka yang ia wacanakan bukan hanya Tuhan telah mati, melainkan rasa malu terhadap rakyat telah mati, sebab tak ada kata malu selagi ada kesempatan untuk korupsi hajar saja, yang penting hukum bisa dibeli dan taubat bisa kapan saja selama masih bisa pencitraan ibadah ke tanah suci. Saya mendefeniaikan istilah baru berupa rasa malu telah mati, dan Bawaslu telah membanggakannya. Hidup eks mantan koruptor. Hore, hore, hore.
Tentu kita takkan berharap kepada ketua partai untuk konferensi pers dan menjelaskan secara terbuka kenapa kadernya yang korup masih diijinkan mencaleg, ya kita anggap saja ini rahasia-rahasia kita bersama, kita duduk ngopi, bahas proyek, cari celah sana-sini yang mana bisa diolah nanti biar sama-sama enak liburan keluar negeri, aman lah pokoknya yang penting diam dan mari kampanye kerumah ibadah purak-purak santun. Maka dari ujung sana kita akan lihat para pemuka agama yang kita harap menyuarakan kebenaran kini tak ada menyatakan kata haram untuk memilih calon mantan koruptor, hahaha seakan dunia sudah menjadi terbalik, giliran memilih sesama agama kerasnya mintak ampun, pala mantan koruptor diam seribu bahasa, gak papa korupsi asal agamanya seakidah. Betapa hancurnya pemikiran seperti itu, ada rasa geram dan ingin rasanya mengantuk-ngantukkan kepala ke dinding kenapa pikiran kita semakin sakit.
Mari kita bayangkan sejenak bagaimana para mantan koruptor berkampanye. "Saya tidak akan bawa isu agama melainkan saya akan menjalankan pemerintahan yang bersih dan jujur, namun dibalik itu semua jikalau saya kedapatan OTT dan korupsi maka itu semua bukan salah saya melainkan ujian, cobaan, musibah yang diberikan Tuhan kepada kita semua, untuk itu marilah kita berdoa dan pilihlah saya agar menjadi wakil anda di kursi DPR dan DPD nanti."
Bagaimana menurut anda ? Tentu kampanye diatas merupakan kampanye cacat logika dan tak bisa dipercaya, bagaimana mungkin rakyat bisa dikibuli, dan seandainya rakyat masih percaya tentu semakin hancur negara ini kedepannya. Begitu kenak masuk barang OTT yang dibawa nama-nama Tuhan. Tentu rakyat tidak bodoh dan kita bisa berpikir mana yang baik dan buruk buat kita. Uang 100 ribu tak bisa dijadikan modal suara untuk memilih pemimpin yang terbaik, jika anda mendapatkan perkataan bahwa uang 100 ribu tidak membeli apa-apa maka para caleg koruptor bisa memberikan anda uang 100 ribu agar anda memilih dia.
Saya berusaha untuk tidak memikirkan tempe, namun saya memikirkan bagaimana jika saya ke ATM untuk mengambil uang yang keluar bukan uang melainkan Tempe. Tentu anda mengerti arah tulisan saya dan kita sadar kebodohan hal tersebut untuk tidak mudah dikibuli dengan jurus foto gaya bebek diatas kayu. Dan ini adalah satire, suatu pujian yang bisa jadi menjatuhkan mengungkapkan keburukan yang tak terungkap selama ini. Jangan maulah dibohongi hagstag dan tagar, tapi berpikirlah untuk maju tanpa dibayang-bayangi kata nyinyir dan kampanye kebencian di media sosial. ***
Harian Analisa, 19 Desember 2018.