Abdi Mulia Lubis
4 min readAug 16, 2017

Luka yang Memberi Kekuatan

Apa yang membuatmu tersakiti dapat membuatmu menjadi orang yang lebih baik dan kuat dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Begitulah sedikit banyak yang saya pahami dari kutipan Freadrich Nietzs­che diatas.

Dalam hidup yang semakin hingar bingar ini banyak orang berlomba-lomba ingin hidup seperti biasa-biasa aja. Namun ada orang yang butuh cacian agar adrenalinnya terpacu bangkit berkarya, dan orang yang kena Bully ini akan segera bergegas mem­buktikan kepada khalayak orang ramai dengan bangkit berkarya menunjuk­kan bahwa apa yang dikatakan orang-orang yang telah meren­dahkannya salah dalam menilai.

Dalam berkarya, baik itu meng­gapai kesuksesan dan mencari inspirasi dibutuhkan sebuah proses yaitu luka, artinya ada pengor­banan yang ia lakukan dalam meng­gapai apa yang diinginkan, karena tidak se­mua kesuk­sesan dapat diraih dengan jalan yang begitu mudah. Kesadaran inilah yang mem­bawa banyak orang sukses untuk tetap tenggelam dalam luka, bermeditasi dan bergelut dalam keheningan yang panjang.

Dalam berfilsafat, semakin ba­nyak kita bertanya, semakin banyak kita tahu, dan semakin banyak kita terluka akan pertanyaan maka akan semakin banyak kenikmatan yang akan kita raih, hidup penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan. Susah senang bersama luka, artinya kita berada pada posisi terjaga.

Tentunya semakin banyak terluka semakin baik harus ditafsirkan dengan pertimbangan yang lebih dalam, artinya tidak sembarangan orang mampu memahami prinsip semakin terluka, semakin baik. Karena jika dengan sembarang orang kita katakan hidup ini harus semakin banyak luka semakin baik, maka orang yang mendengar perkataan itu akan ter­tawa terbahak-bahak, dan bisa jadi meng­anggap kita orang gila.

Banyak manusia menginginkan hidup yang biasa-biasa saja tanpa belajar memaknai luka. Orang Tidak mau berpikir rumit, tidak mau mem­baca buku-buku berat dikarenakan tak ingin bekerja secara mandiri dan memilih me­ng­habiskan waktu dengan menggenggam Smart­phone, atau kumpul ditempat-tempat ma­ka­nan yang sedang tren untuk diadakan sel­fie bersama teman-teman dengan mencari yang ada WIFI gratisnya. Disinilah krisis yang te­ngah kita hadapi. Banyak orang tidak ingin ter­luka dan ingin hidup cari yang enak-enak saja.

Terluka bisa dikatakan ialah orang yang sedang banyak pikiran. Orang yang sedang banyak pikiran sangat sulit untuk mengham­burkan waktu dengan poya-poya, ia yang terluka ialah orang yang suka berpikir, dan orang yang suka berpikir akan melihat dunia ini dengan kewas­padaan yang penuh. Dimana-mana ia berpikir, matanya tajam menatap, sudut pandangnya luas, disatu sisi seorang yang terluka akan terlihat cemberut, bukan karena malas menjalani hidup melainkan ada sistem kerja kreativitas yang sedang ia bangun di dalam pikirannya.

Perbedaan film India dan Amerika

Dalam hal ini ada sebuah contoh tentang dunia perfilman. Apa perbedaan film India dengan film Amerika ? Dalam film India kita akan menemukan banyak adegan nyanyi dan berjoget, sementara dalam film Amerika banyak adegan yang membuat kita terce­ngang sebagai penonton untuk berpikir.

Ketika menonton film Ameri­ka kita akan dibawa pada pemi­kiran dan rasa pena­saran yang panjang bahkan tak terjelaskan penuh filosifis, belum sampai beberapa jam kita sibuk mencari tahu siapa pelaku dan apa motif­nya, dan dalam film Amerika kita akan mencapai penalaran filosofi bahwa semua penjahat tidak bisa dikatakan penjahat.

Sementara dalam film India kita sering menemukan bahwa anak muda India tak pernah kalah. Prinsipnya menonton film India sama seperti menonton film sinetron, melihat adegan awal film sinetron kita sudah tahu bagaimana alur cerita dan akhirnya nanti, misalnya anak mudanya kecelakaan, masuk rumah sakit, lupa ingatan, keluarga nangis-nangis, jumpa cinta sejatinya lalu tamat.

Sementara film Amerika membawa kita sebagai penonton penasaran tak berujung dan dibawa berpikir sampai kemana-mana. Film Amerika adalah contoh bagaimana luka itu memiliki kecerdasan dan bisa menjadi inspirasi. Semua bisa kita contoh takkala menonton film-film Amerika, sementara film-film India akan membawa kita pada adegan yang mainstream itu-itu saja.

Luka sama seperti vaksin, sama seperti invus, tentu dengan pema­haman psikologis dan filsafat kita akan mendapati bahwa semakin banyak invus semakin baik. Pemahaman ini kita dapat dengan menemu­kan suatu kenyataan bahwa kenapa para filsuf banyak menderita sakit dan memilih sendiri bersama luka yang ia alami, adalah suatu kerja dan pencapaian religius dimana ia akan menemu­kan gagasan, ide, dan argumentasi yang kelak akan dikenang sejarah sepanjang masa.

Seseorang akan menjadi manu­sia berhasil, setelah hatinya dilukai. Ia akan move on dan berdikari bukan untuk mencari-cari kesa­lahan berkepanjangan, melainkan tumbuh bersama luka.

Lagu yang sedih mampu mem­bawa pen­dengar pada ingatan, pengalaman dan kena­ngan tentang perjalanan yang telah ia lalui. Musik sedih sebut lagu-lagu Armada yang berjudul Asal Kau Bahagia yang kini telah mencapai puluhan juta tayang di YouTube.

Banyak orang yang mendengar lagu Armada walau lagu itu sangat menyayat hati takkala mende­ngarnya. Sebuah lagu walau­pun penuh luka kesedihan ia akan tetap enak didengar, karena lagu itu mampu membawa ingatan pende­ngar pada peristiwa yang ia lalui. Kesimpulan dari lagu sedih ialah bahwa luka mampu membuat sese­orang pada kenyamanan.

Menulis puisi misalnya, untuk meng­hasilkan karya puisi yang bagus dibutuhkan penderitaan luka yang begitu dalam. Seorang penulis puisi atau penyair biasanya akan da­pat menyentuh hati pembaca takkala ia juga mengalami kepe­dihan yang sarat akan cinta yang diacuhkan. Jika air mata tak mampu meluluhkan ego yang membatu, maka dengan puisi penyair mampu meluluh­kan hati sang pujaan hatinya.

Semua ini mengajarkan kita pada satu pe­mahaman, bahwa luka tak selamanya me­miliki sisi buruk. Luka akan menjadi karya seni yang bernilai tinggi jika sang seniman mampu mengolah tanda demi tanda dalam segala luka yang ia alami. Ada sesuatu yang indah seperti yang dikatakan Nietzsche dalam filsafatnya, bahwa manusia selayaknya me­ngubah tragedi hidupnya menjadi karya seni agar tragedi itu menjadi berterima karena kein­dahannya. Dalam karya seni, tragedi dapat ditam­pilkan dalam bentuk keindahan yang memiliki makna dalam.

Tulisan ini pertama kali dimuat oleh koran Harian Analisa, Pada tanggal 1 Agustus 2017. Baca via web dengan mengklik tautan berikut ini : http://harian.analisadaily.com/mobile/opini/news/luka-yang-memberi-kekuatan/388674/2017/08/01

Atau membaca via epaper harian analisa dengan mengklik tautan berikut ini : http://harian.analisadaily.com/assets/e-paper/2017-08-01/files/mobile/21.jpg

Terimakasih.

No responses yet