Mewaspadai Paham Ekstrem Radikalisme
SEMANGAT juang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah spirit bagi para pahlawan kemerdekaan yang dulunya diperuntukkan kepada kita sebagai generasi penerusnya agar tetap optimis pantang menyerah dalam menjalani hidup. Kita sebagai generasi penerus tersebut diharap untuk sadar akan pentingnya mengamalkan nilai-nilai pancasila. Bersama bersatu padu membangun gagasan dalam keberagaman untuk merangkul perbedaan adalah cita-cita yang harus kita tanam dalam prinsip kebhinekaan.
Pancasila sebagai ideologi negara harus senantiasa kita amalkan agar kerukunan bisa terjaga dengan baik. Tidak saling menjatuhkan dan tidak saling meremehkan akan perbedaan agama dan kaum minoritas. Sebagai generasi millenial penting kiranya untuk saling menjaga ketertiban dan tidak mudah terhasut akan ajakan dan doktrin-doktrin yang melenceng dari prinsip Pancasila. Khotbah Radikal dan ceramah intoleransi adalah musuh kita bersama yang harus diwaspadai agar ideologi tidak tercemar akan paham tersebut.
Indonesia yang sebagaimana kita ketahui adalah negeri yang kaya akan ragam budaya yang sebaiknya tak mudah terpecah belah karena paksaan teologi untuk menjadi soleh dalam beragama. Kita adalah bangsa yang dididik untuk bebas berkarya tanpa kekangan dan ketakutan akan paham intoleransi. Kita adalah bangsa yang berjuang untuk terus berkarya tanpa lelah untuk melahirkan inspirasi. Kita adalah Bangsa yang penuh optimisme dan berdikari untuk bergerak terus menebar gagasan kebaikan. Membangun kreativitas dan kesadaran masyarakat akan pentingnya persatuan dalam perbedaan serta tidak mudah terprovokasi untuk saling menebar kebencian. Inspirasi keberagaman inilah yang harusnya kita jaga saat ini, sebab bangsa yang besar adalah bangsa yang tak mudah terpecah belah terhadap paham radikalisme.
Beragam perbedaan dapat memperkuat persatuan tetapi satu paham radikal dapat menghanguskan keberagaman tersebut. Prinsip ini memberi arti bahwa tidak boleh memaksakan diri untuk merasa paling suci diatas suku, kaum dan agama yang ada di Indonesia karena hanya dengan perbedaan Indonesia menjadi kuat, sebaliknya dengan paham jihad radikal Indonesia akan menjadi korban akan paham radikalisme.
Tan Malaka mengatakan bahwa “Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”. Mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan dan memperhalus perasaan adalah tiga hal penting yang harus diutamakan dalam pembelajaran.
Bila dalam suatu pembelajaran itu lebih banyak doktrin yang menghasut kebencian untuk bersikap ekstrem kepada kaum minoritas maka pembelajaran itu tidak ada gunanya untuk diterima dan justru akan menjadi malapetaka bagi generasi bangsa. Kebencian dan rasa merasa paling benar sendiri dalam keyakinan beragama harus disingkirkan karena akan dapat menimbulkan perpecahan.
Kesadaran demi persatuan dalam perbedaan harus ditanam sejak dini kepada generasi muda khususnya mereka yang remaja dan duduk dalam bangku sekolah. Sebab paham ekstrem radikalisme tidak boleh dibiarkan masuk kedalam lingkup sekolah dan para tenaga pendidik harus siap sedia untuk mengingatkan siswanya agar tidak mudah terjerat dalam paham kebencian. Buku untuk membuka pemikiran sementara paham radikalisme memperburuk keadaan. Kita tak bisa menyia-nyiakan hidup dengan menyimpan amarah dengki sebab makna sejati kehidupan adalah memberi inspirasi serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kita melihat bahwa satu khotbah radikal bisa merusak puluhan bahkan ratusan ideologi para pendengarnya. Ketika seseorang ingin beribadah mencari ketenangan batin memohon ridho dari yang maha kuasa maka kekhusukan beribadah itu jadi terganggu dengan adanya paham ekstrem radikalisme tersebut. Seseorang pada akhirnya memilih rumah ibadah hanya karena ingin mencari ketenangan berdoa bukan mendengar ceramah intoleransi.
Dunia yang amat luas ini marilah kita isi denganmembuka sudut pandang baru untuk melihat kemungkinan yang lain dari satu keyakinan dengan membaca dan belajar. Yang tak bisa kita lihat itu semestinya bisa dimaknai dengan perspektif yang baru bukan hanya sekedar keyakinan iman. Membangun kesadaran berpikir kritis itu penting daripada menumbuhkan kebencian. Sadar akan berartinya perbedaan yang memberi warna sebab tanpa warna-warni keberagaman maka kehidupan akan terasa sangat kesunyian.
Berilmu berarti turun tangan kepada masyarakat, bukan merasa gengsi untuk berbaur kepada petani dan pekerja. Artinya bila seseorang memiliki pengetahuan dan pendidikan dan dibutuhkan kelas pekerja maka para pendidik yang berbekal tersebut harus turun ke lapangan.
Tan Malaka mengatakan “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali”.
Dalam pemikiran tersebut sebaiknya seseorang memberikan dengan memaksa doktrin agama secara keras hendaklah seseorang turun langsung belajar dan berbagi pengetahuan kepada petani.
Beriman tanpa tekanan surga dan siksa neraka seperti itulah seharusnya yang diamalkan. Mempersiapkan diri dalam mempelajari hal baru terbuka akan perbedaan dan menjadi lebih rukun tanpa penodaan ideologi berbasis agama. Kita butuh spirit ideologi yang menuntun sikap dan perasaan menjadi lebih bermartabat.
Tan Malaka mengatakan “Murid yang cerdik juga insyaf, bahwa kalau dia sudah tahu satu cara, satu undang, satu kunci buat menyelesaikan satu golongan persoalan, maka tiadalah ia mengapal berpuluh-puluh persoalan atau jawabannya puluhan atau ratusan persoalan itu, tetapi dia pegang cara atau kuncinya persoalan tadi saja.
Harian Analisa, 6 Desember 2018.